Historical
backround Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
di Indonesia
Oleh:
Yushadeni[1]
Memang aneh tapi nyata, PA
sudah berusia lama tapi hakim-hakimnya tidak memiliki buku standar yang dapat
dijadikan rujukan secara bersama, seperti halnya KUHP. Akibatnya jika hakim
menghadapi kasus yang sama dapat lahir putusan yang berbeda karena rujukannya
berbagai kitab fikih tanpa suatu standardisasi atau keseragaman. Dalam hal ini
bertentangan dengan prinsip kepastian hokum oleh karena itu lahirnya SKB (surat
keputusan bersama) antara ketua MA dengan menteri agama atas prakarsa presiden
pada bulan maret 1985, adalah untuk menjembatani ketidakpastian hokum. Dalam
konsideran KHI disebutkan bahwa KHI dijadikan sebagai pedoman dalam
menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut, baik oleh instansi pemerintah
maupun masyarakat. Lahirnya KHI merupakan satu kebutuhan untuk mengakhiri
ketidakpastian hokum oleh para hakim di PA. historisitas eksternal adalah
adanya fenomena di dunia muslim lain yang umumnya sudah mempunyai kodifikasi
hokum Islam.
Dalam sejarah penyusunan Kompilasi Hukum Islam dapat
diketahui bahwa kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
sebagai upaya untuk memperoleh kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan
perkara bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama sudah lama dirasakan oleh
Departemen Agama. Hal ini terbukti adanya kenyataan bahwa begitu diundangkan PP
No. 45 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah di
luar Jawa dan Madura, kepela biro Peradilan agama, Departemen Agama segera
mengeluarkan surat edaran no. B/1/1735 tanggal 18 Februari 1958 yang
menganjurkan penggunaan 13 macam kitab fiqih sebagai pedoman.
Sejak adanya Peradilan Agama di Indonesia, keperluan
akan adanya Kompilasi Hukum Islam sudah dirasakan. Keperluan ini terus berkembang sejalan dengan badan
peradilan agama itu sendiri. Adapun periodesasi penyusunan Kompilasi
Hukum Islam ada tiga periode, yaitu:[2]
1.
Periode
awal sampai tahun 1945
2.
Periode
1945 sampai 1985
3.
Periode
tahun 1985 sampai sekarang.
Para hakim
mengidentikkan fiqih dengan syariah dan
hukum Islam, akibatnya lahirlah berbagai produk putusan pengadilan
Agama, sesuai dengan latar belakang mazhab yang dianut masing-masing hakim.
Dari sini nampak ada perbedaan yang mencolok pada putusan meskipun kasusnya
sama. Jika hakim menganut mazhab Hambali maka putusannya akan diwarnai paham
ajaran Hambali, begitu pula sebaliknya jika hakim menggunakan mazhab Syafi’i
maka putusannya pun berdasarkan doktrin Syafi’i. Para hakim yang kokoh menganut
mazhab tertentu cenderung otoriter, tidak mau beranjak sedikitpun dari pendapat
imam mazhab yang dipujanya.
Dengan demikian
terjadi pertarungan antar mazhab, hukum tersisihkan ke belakang. Putusan bukan
berdasar hukum tetapi berdasarkan doktrin mazhab yang telah didiskripsikan
dalam kitab-kitab fikih. Pertarungan antar mazhab akan sangat terlihat dalam
pemeriksaan banding. Karena pada Pengadilan tingkat pertama memang sudah
berbeda putusannya walaupun dalam kasus yang sama. Dalam pertarungan antar
mazhab ini keadilan yang dijujudkan bukan berdasarkan syariah tetapi
berdasarkan ajaran fiqih.
Menurut Abdul Wahad
Khallaf[3] fiqih
merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syariah Islam mengenai perbuatan
manusia yang diambil dari dali-dalil yang terperinci, di sini dapat diambil
kesimpulan bahwa fiqih bukanlah hukum positif yang telah dirumuskan secara
sistematis dan unifikatif. fiqih merupakan kandungan ajaran dan ilmu hukum
Islam. Jika kita melihat ke hukum.
Berdasarkan
pemaparan di atas maka jelaslah betapa pentingnya Kompilasi hukum Islam itu.
Catatan penting yang perlu digarisbawahi di sini yaiti bahwa adanya Kompilasi
hukum Islam itu bertujuan untuk Unifikasi Hukum Perkawinan, Peningkatan status
wanita (melindungi hak-hak dan sekaligus memenuhi keinginan serta harapan kaum
wanita), serta respon terhadap perkembangan dan tuntutan zaman.
[1]
Mahasiswa Magister
[2]
Ahmad Azhar Basyir, Peradilan Agama dan
Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 1993),
hlm. 45-46
[3]
Abdul Wahab kallaf, Kaidah-kaidah
Hukum Islam, (Bandung: Perisai, 1985) alih bahasa dan editor Dr. H. Moch.
Tolchah Mansur dkk.
0 komentar:
Posting Komentar